Pekan Spiritualitas 2008

Pekan Spiritualitas 2008

Selasa, 12 Februari 2008

Lessons in Life/ Pelajaran dalam hidup

There was a man who had four sons. He wanted his sons to learn not to judge things too quickly. So he sent them each on a quest, in turn, to go and look at a pear tree that was a great distance away.

Ada seorang bapak yang memiliki 4 orang putra. Bapak ini ingin agar anak-anaknya tidak menilai segala sesuatu dengan cepat. Sehingga dia meminta anak-anaknya secara bergantian untuk pergi dan melihat pohon pir yang jaraknya cukup jauh.

The first son went in the winter, the second in the spring, the third in summer, and the youngest son in the fall.

Anak pertama pergi pada musim dingin/salju, anak kedua pada musim semi, anak ke tiga pada musim panas, and yang termudah/bungsu pada musim gugur.

When they had all gone and come back, he called them together to describe what they had seen.

Ketika mereka semua telah pergi dan kembali, sang bapak memanggil mereka untuk menggambarkan apa yang telah mereka lihat.

The first son said that the tree was ugly, bent, and twisted. The second son said no it was covered with green buds and full of promise.

Putra pertama mengatakan pohon itu jelek, bengkok/bungkuk, dan terbelit. Putra kedua mengatakan, pohon itu di penuhi dengan pucuk-pucuk yang hijau dan sangat menjanjikan.

The third son disagreed; he said it was laden with blossoms that smelled so sweet and looked so beautiful, it was the most graceful thing he had ever seen.

Putra ketiga tidak setuju; dia mengatakan pohon itu dipenuhi dengan bunga yang berbau sangat harum dan kelihatan sangat indah. Itu merupakan hal yang paling anggun yang pernah ia lihat.

The last son disagreed with all of them; he said it was ripe and drooping with fruit, full of life and fulfillment.

Putra bungsu tidak setuju dengan semua saudara-saudaranya; dia mengatakan pohon itu sudah matang, buah-buahnya berjatuhan, dan dipenuhi dengan kehidupan.

The man then explained to his sons that they were all right, because they had each seen but only one season in the tree's life.

Kemudian bapak ini menjelaskan kepada putra-putranya bahwa mereka semua benar, karena mereka telah melihatnya tetapi hanya satu musim dari kehidupan pohon itu.

He told them that you cannot judge a tree, or a person, by only one season, and that the essence of who they are and the pleasure, joy, and love that come from that life can only be measured at the end, when all the seasons are up.

Bapak ini mengatakan kepada putra-putranya bahwa kalian tidak dapat menilai sebuah pohon, atau seseorang, hanya dengan melalui satu musim dan itulah inti dari mereka, dan kesenangan, kegembiraan, dan cinta yang berasal dari kehidupan itu hanya dapat diukur pada akhirnya, ketika semua musimnya selesai.

If you give up when it's winter, you will miss the promise of your spring, the beauty of your summer, fulfillment of your fall.

Jika engkau menyerah pada musim dingin/salju, engkau akan melewatkan hal yang menjanjikan dari musim semi, keindakan dari musim panas, dan pemenuhan dari musim gugur mu.

Moral Leasons:
Don't let the pain of one season destroy the joy of all the rest. Don't judge life by one difficult season. Persevere through the difficult patches and better times are sure to come some time or later.

Jangan biarkan penderitaan dari satu musim menghancurkan kebahagiaan dari semuanya.
Jangan menilai kehidupan/hidup dengan satu musim yang sulit.
Bertekunlah melalui potongan-potongan yang sulit dan saat yang lebih baik tentulah akan datang pada waktunya.

Gbu...

Tidak ada komentar: