Pekan Spiritualitas 2008

Pekan Spiritualitas 2008

Minggu, 27 Januari 2008

Bahan PA, 28 Januari – 2 Februari 2008

Bahan PA, 28 Januari – 2 Februari 2008

KESEJAHTERAAN KELUAR DARI HATI YANG TAAT

Bahan Bacaan : Roma 2 : 1 – 16

Pokok Bahasan: Hukum Taurat diberikan bukan untuk saling menghakimi melainkan untuk dilakukan

Pemahaman Teks
Surat Paulus kepada jemaat di Roma memang sedikit berbeda dengan surat-surat Paulus lainnya. Jika surat-surat lainnya dituliskan ke jemaat-jemaat yang memang sudah dikenal dengan begitu dekat dan bahkan merupakan jemaat binaan Paulus sebelumnya, maka surat Roma adalah surat kepada jemaat yang sesungguhnya belum pernah dikunjungi Paulus sebelumnya. Meskipun Paulus memang kemudian bisa mengunjungi Roma (Kisah 28 : 11-31), namun saat surat Roma ditulis, kehadiran Paulus di Roma barulah merupakan harapan dan rencananya (Rm.1 : 10-13). Tak heran jika surat Roma kemudian lebih banyak memuat pandangan Kristen secara umum dengan sangat sistematis, ketimbang memberi nasehat atas berbagai persoalan kasuistik seperti yang terjadi di sejumlah jemaat lainnya.
Terkait dengan bagian alkitab yang dibaca (Rm. 2 : 1-16), sepintas memang tampak seolah terjadi perdebatan sengit antara Paulus dengan pihak Yahudi (bnd. Rm. 2 : 1-3, 25-26). Namun demikian, dengan melihat perikop ini secara keseluruhan, yakni mulai dari Rm.1 : 18 – 13 : 14, bisa terlihat cukup jelas, bahwa pokok yang hendak ditekankan justru adalah kesamaan dan kesatuan antara orang Yahudi dengan orang-orang non Yahudi (antara orang bersunat dan tak bersunat, antara orang yang memiliki hukum taurat dengan orang yang tidak memiliki hukum taurat). Sebelumnya mereka memang berbeda, namun karya Kristus telah membuat mereka sama-sama menjadi umat Allah (bnd. Rm.3 : 25, 29-30).
Sehubungan dengan tema PA tentang kesejahteraan dan ketaatan, maka perikop bacaan Rm. 2 : 1-16 hendak mengingatkan, bahwa setiap orang, baik Yahudi dan non Yahudi pada akhirnya sama-sama akan dihakimi berdasarkan ketaatan mereka, dan bukan berdasarkan pada status atau latar belakang mereka (bnd. ay. 10-11). Yang dibenarkan di hadapan Allah bukanlah mereka yang mendengar hukum Taurat, melainkan yang melakukan hukum Taurat. Karenanya, mendengar saja tidaklah cukup, sebab yang Tuhan inginkan adalah berbuat yang baik (Rm. 2 : 13). Sunat dan berbagai ritual lainnya juga bukan penentu, meskipun hal-hal tersebut juga penting. Makanya dalam Rm.2 : 25-26 dikatakan, Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya. Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat?

Pertanyaan untuk diskusi:
1.
Perhatikan ay. 6 – 10, lalu bandingkan dengan Mat. 7 : 24 – 27 : mengapa kesejahteraan selalu terkait erat dengan ketaatan untuk berbuat yang baik? Sebutkanlah tokoh-tokoh dalam Alkitab, yang kisah hidupnya jelas bercerita tentang ketaatan yang berujung pada kesejahteraan, maupun sebaliknya: bercerita tentang ketidaktaatan yang kemudian berujung pada kebinasaan.

2. Simaklah anekdot berikut ini:
Seorang bapak yang hendak mengadakan perjalanan jauh dengan mobilnya, berdoa kepada Tuhan sebelum berangkat: ”Tuhan lindungi saya dalam perjalanan!” . Dalam perjalanan, sang bapak ternyata mengalami kecelakaan, yang kemudian membuatnya mengajukan protes kepada Tuhan: ”Tuhan, mengapa terjadi kecelakaan? Bukankah tadi saya sudah berdoa mohon penjagaan? Mengapa Engkau tidak mengirim malaikat penjagaMu?” Tuhan kemudian menjawab, ”Anakku, sesungguhnya Aku sudah mengirimkan malaikat untuk menjagamu! Sayangnya, malaikat tersebut hanya berkecepatan 80 km/jam, sedangkan mobilmu jalan dengan kecepatan 140 km/jam.”
Menurut saudara, apa arti doa yang tidak disertai dengan ketaatan? Dalam hal apa kita sering berbuat demikian?

Tidak ada komentar: